Ujungkulon

Memiliki populasi badak Jawa terbesar di dunia.

Ujung Kulon banyak ditumbuhi langkap {Arangaobtusitolia sp), sejenis pohon palma yang dapat mematikan tumbuhan lain.

Pernah melihat badak lawa bercula satu (Rhinoceros sondaicus) langsung di habitatnya? Kalau ya, berarti Anda termasuk orang yang paling beruntung. Bukan apa-apa, di alam bebas, binatang ini terkenal pemalu dan sangat jarang terlihat Jadi, hanya segelintir orang saja yang bisa menikmati sosok tubuhnya yang gempal.

DI seluruh dunia kini hanya ada dua tempat bagi habitat badak Jawa yakni di Taman Nasional (TN) Ujung Kulon, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dan di Cagar Alam Cat Log, Vietnam. Di Vietnam, badak bercula satu ini hanya ditemukan beberapa ekor saja.

Lain lagi dengan populasinya di TN Ujung Kulon. Menurut hasil sensus terkini Departemen Kehutanan dan WWF Indonesia, populasi badak di kawasan seluas 120.551 hektare ini berjumlah sekitar 55 sampai 60 ekor. lumluh ini mengalami kenaikan dibandingkan pada tahun 1967 yang hanya mencapai 25 ekor.

Walaupun demikian, jumlah populasi badak Jawa turun drastis dibandingkan pada tahun 1700 yang masih mencapai ribuan ekor. Drastisnya penyusutan populasi hewan pemalu itu terjadi ketika Gunung Krakatau meletus dahsyat pada tahun 1883.

Letusan gunung api yang terletak di Selat Sunda itu telah meluluhlantakkan kawasan yang berada di paling ujung barat dari Pulau Jawa. Bukan hanya badak, binatang lain pun tak kuasa meneruskan hidupnya lantaran terkena dampak bencana alam yang sangat mengerikan tersebut.

Hewan Terlangka

Inilah mengapa badak Jawa disebut sebagai hewan terlangka. Indonesia parut berbangga karena TN Ujung Kulon memiliki populasi badak tawa terbesar di dunia. Berbagai upaya perlu dilakukan agar eksistensi badak Jawa dapat dipertahankan atau kalau bisa ditingkatkan populasinya. Idealnya, habitat badak Jawa di TN Ujung Kulon mencapai 2.000 ekor.

Ini jelas pekerjaan yang ndak mudah. Apalagi keberadaan badak Jawa terancam dari segala penjuru, baik

secara alami maupun ulah manusia jahil. Secara alami misalnya, kini TN Ujung Kulon banyak ditumbuhi langkap (Arangaobtusitolia sp), sejenis pohon palma yang dapat mematikan tumbuhan lain yang selama ini menjadi santapan bagi badak Jawa.

Fakta di lapangan menunjukkan, setiap ada langkap maka tumbuhan di bawahnya akan mari. Prosesnya sederhana. Ketika hujan, air yang

membasahi daun langkap yang mengandung zat beracun itu meresap ke tanah. Racun ini lalu dihisap oleh akar tumbuhan lainnya. Akibatnya, tumbuhan yang tidak menyenangi bahan beracun tadi mati.

Fenomena merebaknya langkap sangat riskan terhadap sumber pakan bagi badak Jawa yang memakan sekitar 120 jenis tanaman. Binatang pemalu yang hanya hidup di hutan

tropis berdataran rendah itu bisa kelaparan lantaran sumber pakannya musnah.

Para ahli botani memprediksi, meledaknya populasi langkap ini akibat peran musang yang gemar menyantap buah langkap. Biji-biji itu lalu ditinggalkan di berbagai tempat. Ia bertunas lalu tumbuh menjadi pohon besar.

Selain dari biji, perkembangbiakan langkap juga berasal dari akar- akarnya yang menjalar ke berbagai tempat. Dari akar-akar inilah lalu tumbuh tunas baru dan akhirnya menjadi tanaman baru. Menurut catatan, populasi langkap mencapai sepertiga dari semenanjung Ujung Kulon.

Secara genetik, badak Jawa juga terancam lestari karena minimnya jumlah populasi. Menurut teori, populasi badak di alam bebas yang terbatas sangat menyulitkan mereka untuk berkembang biak dan meneruskan keturunannya.

Menurun Drastis

Selain faktor alami, ancaman yang lebih dahsyat berasal dari ulah manusia. Perburuan badak Jawa secara ilegal mengakibatkan populasinya menurun drastis. Beragam cara mereka lakukan untuk menghabisi

nyawa badak Jawa; ditembak dengan menggunakan senapan apl atau dijerat dengan tali baja.

Maklum, rubuh badak Jawa telah banyak dimitoskan untuk berbagai kepentingan. Cula badak misalnya, sejak ratusan tahun silam dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan menambah keperkasaan seksual seseorang.

Sepasang badak Jawa dewasa memang memiliki kebiasaan bercinta selama berjam-jam tanpa henti. Daya seksual hewan ini tentu saja tak dimiliki hewan lainnya. Karena sifat inilah banyak orang lalu percaya bahwa dengan mengonsumsinya maka seseorang bakal memiliki keperkasaan seksual yang prima. Jadi, jangan kaget kalau mereka berani membeli satu buah cula dengan harga puluhan juta rupiah.

Begitu juga dengan kulitnya yang tebal. Konon, ia dapat menurunkan panas tubuh seseorang. Tak heran dengan berbagai mitos dan khasiat seperti itu ada yang berani membayar ratusan juta rupiah untuk seekor badak Jawa.

Melihat fenomena buruk seperti itu pemerintah perlu memberi sosialisasi kepada masyarakat yang berada di sekitar TN Ujung Kulon agar

mereka ikm menjaga warisan dunia yang bernilai tinggi. Dengan kata lain, sekitar 50.000 penduduk yang tersebar di 19 desa di sekitar TN Ujung Kulon harus menjadi tulang punggung bagi penyelamatan badak lawa.

Mereka harus dilibatkan langsung dengan berbagai kegiatan yang berkelanjutan. Artinya, selain mereka ikut melestarikan, di sist lain mereka juga dapat memanfaatkan keragaman hayatinya. Selain itu, mereka juga perlu mendapat pembagian keuntungan yang seimbang (sharing of benefit) dari pemanfaatan keragaman hayati.

Tanpa melibatkan masyarakat lokal seperti icu, sangatlah sulit mengawasi dan menghentikan perburuan badak )awa. Kita tentu berharap nasib badak lawa tidak seperti harimau Jawa yang sejak tahun 1935 sudah tak ditemukan lagi di TN Ujung Kulon.

Punahnya harimau lawa itu lantaran dijadikan ajang perburuan bagi para pejabat kolonialisme Belanda tempo dulu. Perburuan tersebut dilombakan. Malah pemenangnya mendapat tropi. Perilaku merusak alam semacam ini tentunya tak perlu ditiru oleh generasi sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar